Minggu, 17 September 2017

berbicara sedikit tentang DEMOKRASI

Dari sisi Bahasa atau estimologi, kata demokrasi berasal dari Bahasa Yunani yakni “demos” yang berarti rakyat atau penduduk setempat, dan “cratein” atau “kratos” yang berarti pemerintahan. Jadi secara etimologis demokrasi adalah pemerintahan rakyat, pemerintahan kerakyatan atau pemerintaha rakyat banyak. Dalam pengertian peristilahan atau terminologis, Abraham Lincoln (1808-18865) Presiden Amerika Serikat yang ke -16 mengatakan bahwa “democracy is government of the people, by the people and for people” atau “demokrasi itu adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.[1]
Pada awal sejarahnya demokrasi hanya dimengerti lewat model partisipasi politik langsung yang melibatkan seluruh warga yang sudah dewasa dalam suatu proses politik. Proses politik penataan kehidupan bersama ini dikelola secara bersama, dan inilah yang dinamakan oleh Aristoteles sebagai bentuk Negara ideal ‘politeria’, atau yang secara modern disebut oleh Robert A. Dahl sebagai ‘Polyarchy’, sebagai ganti dari istilah yang kemudian lebih popular dengan sebutan demokrasi yang meluas. Jadi, ciri utama demokrasi purba itu adalah adanya pengelolaan bersama oleh seluruh warga polis (kota) yang jumlah penduduknya sedikit.[2]
Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang. Ada orang yang membedakan antara “demokrasi substantif” dan “demokrasi prosedural”. Mereka yang tidak puas, biasanya mengatakan bahwa demokrasi secara procedural memang sudah terpenuhi, tapi substansinya belum, padahal demokrasi substansif itulah yang sejati dan karenanya harus diciptakan.[3]
Definisi demokrasi yanglazim tersebut pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat sebenarnya definisi yang problematis dilihat dari kenyataan yang hidup di masyarakat. Ia merupakan definisi lebih normative, bukan definisi yang betul-betul mengacu pada sebuah entitas riil, kenyataan yang ada di dalam masyarkat. Mengapa problematis?[4]
Karena kenyataannya rakyat tidak memerintah. Kadang-kadang, dalam praktiknya, bahkan rakyat dalam demokrasi juga tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Maka kalau kita memahami demokrasi sebagai fakta nyata yang ada dalam sejarah umat manusia di manapun, terutama di masyarakat modern dewasa ini (karena sebelum zaman modern praktik demokrasi tidak ada), sebetulnya bukanlah demokrasi yang sejati demokrasi yang kita kenal sekarang relative baru, produk abad ke-19, ataulebih tepat lagi: produk abad ke-20.[5]
Pengertian demokrasi yang saat ini lebih mengacu kepada demokrasi yang prosedur, pada cara rekrutmen orang untuk mengisi jabatan-jabatan public yang strategis, dengan melibatkan partisipasi rakyat yang seluas-luasnya. Jadi yang khas dalam system demokrasi adalah memang prosedur itu, dan apabila ada orang yang menyebut “demokrasi procedural itu hanya pleonasme, sebab memang demokrasi menyangkut prosedur, dan karena itu dengan sendirinya “procedural”.[6]
Sedangkan yang disebut dengan demokrasi substansif itu merupakan gagasan-gagasan yang berada diluar demokrasi. Misalnya berbicara bahwa demokrasi adalah kekuasaan oleh rakyat, dan yang dimaksud rakyat adalah masyarakat kelas bawah. Argument lanjutannya: demokrasi adalah sebuah procedur untuk mencapai tujuan dan kepentingan masyarakat bawah. Ideal seperti ini dalam praktiknya diwujudkan misalnya dalam system komunisme. System komunis itulah yang menurut versi ini, merupakan demokrasi yang sesungguhnya, setidaknya sebagai salah satu versi dari demokrasi substansif.
Samuel P. Huntington dalam meneliti mengenai transisi menuju system demokrasi antara tahun 1974 sampai 1990 sampai pada kesimpulan bahwa definisi yang paling sahih dewasa ini untuk menjelaskan makna demokrasi adalah dalam pengertian yang prosuderal. Sementara itu Walzer juga mengatakan bahwa yang memerintah dalam demokrasi adalah orang yang de facto memenangkan persetujuan lebih besar rakyat (suara mayoritas rakyat). Inilah satu-satunya cara memperoleh dan melegitimasikan kekuasaan dalam demokrasi. Terlihat di sini, legitimasi sosial-politis adalah dari rakyat terbesar (mayoritas) melalui pemungutan suara (voting) sebagai ukuran yang paling sahih dalam metode demokrasi.[7]
Ada kritik yang lazim terdengar, terutama dari mereka yang berhaluan kiri, seperti populistik, sosialistik, atau komunistik, bahwa demokrasi yang tentunya bermakna procedural itu dengan sendirinya tidak adil. Prefensi mereka adalah mengakomodasi suara masyarakat bawah, sementara dalam demokrasi suara rakyat bawah sering tidak didengar. Masalah ini terpecahkan lewat persaingan antara para elite itu sendiri, sebab masing-masing elite membutuhkan legitimasi dan dukungan. Maka kompetisi antara elite-elite itu akan melahirkan kompetisi program, agenda, dan seterusnya. Karena mereka membutuhkan dukungan dari public yang sangat luas, maka demokrasi secara inheren akan melahirkan program-program yang popular. Kalau tidak, dia tidak akan dipilih oleh masyarakat.
Disitulah demokrasi memberikan ruang dan persaingan yang melahirkan kebebasan, dan dari kebebasan tersebut terbukalah pilihan-pilihan yang paling popular dan baik dimata masyarakat. Mereka kemudian harus memberi opsi-opsi yang lebih banyak untuk memperbaiki satu system, untuk membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik dengan adanya prosedur tersebut dan apabila tidak ada prosedur tersebut maka cara-cara untuk mencari kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik akan tertutup, Karena tidak ada demokrasi yang mampu menghasilkan kebijakan sekali jadi.
Secara tegas bahwa demokrasi tidak pernah secara pasti menjanjikan untuk mengkonstruksi kebenaran dan keadilan hakiki.keputusan yang diproduksi oleh proses demokrasi hanyalah kebenaran dan keadilan versi mayoritas, atau suatu pandangan.


2.      Bentuk – Bentuk Demokrasi

Untuk mengetahui bentuk-bentuk demokrasi setidaknya dapat di upayakan dengan menggunakan pendekatan dari beberapa sudut pandang. Misalnya menggunakan tiga sudut pandang utama, yakni :
A.    dilihat dari sudut pandang “titik tekan” yang menjadi perhatiannya, demokrasi dapat dibedakan antara :
1)   Demokrasi Formal adalah demokrasi yang fokus perhatiannya pada bidang politik tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi.
2)   Demokrasi Material adalah demokrasi yang fokus perhatiannya pada bidang ekonomi tanpa mengurangi kesenjangan politik.
3)   Demokrasi Gabungan adalah demokrasi yang fokus perhatiannya sama besar terhadap bidang politik dan ekonomi, indonesia menganut sistem demokrasi gabungan ini.[8]
B.     Berdasarkan penyaluran kehendak rakyat :
1)      Demokrasi Langsung (Direct Democracy) adalah demokrasi yang secara langsung melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan suatu negara. Pada demokrasi langsung, rakyat berpartisipasi dalam pemilihan umum dan menyampaikan kehendaknya secara langsung.
2)      Demokrasi Tidak Langsung (Indirect Democracy) adalah demokrasi yang melibatkan seluruh rakyat dalam pengambilan suatu keputusan negara secara tidak langsung, artinya rakyat mengirimkan wakil yang telah dipercaya untuk menyampaikan kehendak mereka. Jadi disini wakil rakyat yang terlibat secara langsung menjadi perantara seluruh rakyat.[9]
C.     Tugas-tugas dan hubungan antara alat-alat perlengkapan Negara
1)      Demokrasi dengan system parlementer, yakni dalam demokrasi ini terdapat hubungan erat antara badan legislative dengan badan eksekutif. Hanya badan legislative saja yang dipilih rakyat, sedangkan badan eksekutif yang biasanya disebut “cabinet” dipimpin oleh seorang perdana menteri yang dibentuk berdasarkan dukungan suara terbanyak yang terdapat dalam dewan perwakilan rakyat atau di parlemen.
2)      Demokrasi dengan system pemisahan kekuasaan, yakni demokrasi dalam arti kekuasaan dipisahkan menjadi kekuasaan legislative, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.
3)      Demokrasi dengan system referendum, yakni demokrasi perwakilan dengan control rakyat secara langsung terhadap wakil-wakilnya di dewan perwakilan rakyat. Ada dua macam referendum, yaitu, “referendum obligator” dan “referendum fakultatif”. Dalam referendum obligator, kebijakan atau undang-undang yang diajukan oleh pemerintah atau dibuat oleh dewan perwakilan rakyat baru dapat dijalankan, setelah disetujui oleh rakyat dengan suara terbanyak. Referendum obligator biasanya dilaksanakan terhadap hal-hal krusial atau penting, yang menyangkut hajat orang banyak dan perubahan dasar Negara, seperti kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan perubahan undang-undang dasar. Dalam referendum fakultatif, undang-undang yang dibuat dewan perwakilan rakyat baru dimintakan persetujuan rakyat, apabila dalam jangka waktu tertentu setelah undang-undang diumumkan, sejumlah rakyatmemintanya[10]




[1] Asep Sahid, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIL EDUCATION), FOKUSMEDIA, Bandung, hlm 120
[2] Hendra Nurtjahjo, FILSAFAT DEMOKRASI, BUMI AKSARA, JAKARTA, 2008, hlm. 44-45.
[3]FREEDOM INSTITUTE, MEMBELA KEBEBASAN, PUSTAKA ALFABET, JAKARTA, 2006, hlm. 125.
[4]Ibid., 125
[5]FREEDOM INSTITUTE, MEMBELA KEBEBASAN, PUSTAKA ALFABET, JAKARTA, 2006, hlm125
[6]Ibid., hlm 125
[7] Hendra Nurtjahjo, FILSAFAT DEMOKRASI, BUMI AKSARA, JAKARTA, 2008, hlm. 64-65.
[8] Asep Sahid, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIL EDUCATION), FOKUSMEDIA, Bandung, hlm121
[9] Asep Sahid, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIL EDUCATION), FOKUSMEDIA, Bandung, hlm121
[10]Ibid,. hlm 122

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

my shine sun

20 agustus 2016 ternyata bukan pertama kali aku melihatmu... 20 agustus 2016 14:27 ketika perayaan ulang tahun purwakarta yang ke 185 ...